Mahalnya Biaya Layanan Kesehatan: Kebijakan Trump Membuat Warga Amerika Khawatir akan Gagal dalam Pemilu

26

Perdebatan yang sedang berlangsung mengenai layanan kesehatan di Amerika Serikat menyoroti meningkatnya kekhawatiran mengenai keterjangkauan dan akses di bawah pemerintahan Presiden Trump. Meskipun penutupan pemerintahan baru-baru ini dapat dicegah tanpa adanya tindakan segera dalam memperluas subsidi Affordable Care Act, manuver politik ini telah membuat banyak orang mempertanyakan konsekuensi jangka panjangnya.

Surat kepada editor yang diterbitkan di The New York Times memberikan gambaran meningkatnya tekanan terhadap masyarakat Amerika yang sudah berjuang dengan biaya perawatan kesehatan. Beberapa kontributor mengungkapkan ketakutannya bahwa meroketnya premi akan merugikan anggota Partai Republik yang memilih Trump secara tidak proporsional meskipun kampanyenya menjanjikan biaya hidup yang lebih rendah secara keseluruhan.

Adam Michels, yang menulis dari San Francisco, menggambarkan isu ini sebagai kesalahan langkah strategis yang dilakukan Partai Republik. Dia berargumentasi bahwa meskipun menghindari kesalahan langsung atas kenaikan biaya layanan kesehatan mungkin tampak seperti kemenangan bagi Presiden Trump, hal ini pada akhirnya akan membuat anggota parlemen dari Partai Republik menanggung beban kemarahan pemilih ketika iuran pasti melonjak lebih jauh. Michels melihat sebuah pola dalam pendekatan Trump, dengan membandingkan solusinya bagi petani yang terbebani oleh tarif dan keluarga pekerja yang menghadapi biaya asuransi kesehatan – hanya sekedar “membayar” masyarakat dibandingkan mengatasi akar masalahnya.

Mateusz Marcinowski, seorang psikoterapis dari Massachusetts, memberikan gambaran yang lebih mengerikan. Ia memperingatkan akan terjadinya “kehancuran layanan kesehatan” di mana jutaan orang bisa kehilangan cakupan asuransi, sehingga semakin meningkatkan biaya bagi mereka yang tetap memiliki asuransi. Ia menekankan kerugian yang harus ditanggung manusia, mengingat bahwa keluarga-keluarga sudah dipaksa untuk memilih antara membayar sewa atau memberikan layanan kesehatan, sebuah situasi yang ia perkirakan akan segera menjadi tidak berkelanjutan.

Surat L. Rigby menawarkan perspektif yang kontras mengenai manuver politik baru-baru ini seputar penutupan pemerintahan, dan menggambarkan keputusan Partai Demokrat untuk memprioritaskan perluasan subsidi kesehatan sebagai tindakan “belas kasih” sebagai tanggapan terhadap dugaan kesediaan Trump untuk membiarkan kelompok rentan menderita.

Kumpulan surat ini menggarisbawahi meningkatnya ketegangan antara kenaikan biaya layanan kesehatan dan kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan. Apakah hal ini akan menghasilkan perubahan nyata atau malah menambah rasa ketidakpuasan yang lebih dalam, masih harus dilihat.